Close Menu
MedpolindoMedpolindo
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    MedpolindoMedpolindo
    Login
    • Nasional
    • MPR
    • DPR
    • DPD
    • Daerah
    • Peristiwa
    • Polhukam
    • Dunia
    MedpolindoMedpolindo
    • DPR
    • MPR
    • DPD
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    Beranda ยป Lestari Moerdijat: Kehadiran Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat Harus Menjadi Kepedulian Bersama
    MPR

    Lestari Moerdijat: Kehadiran Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat Harus Menjadi Kepedulian Bersama

    redaksiBy redaksi7 Agustus 202504 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest Copy Link LinkedIn Tumblr Email Telegram WhatsApp
    Bagikan
    Facebook Twitter LinkedIn Copy Link

    Upaya menghadirkan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (UU MHA) di tanah air harus menjadi kepedulian semua pihak demi mewujudkan pemenuhan hak perlindungan menyeluruh masyarakat adat.

    “Peringatan Hari Kemerdekaan di bulan Agustus ini sejatinya merupakan momentum pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak seluruh rakyat, termasuk masyarakat adat, menjadi paradoks dengan masih terhambatnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) hingga saat ini,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Meneguhkan Hak, Merawat Kearifan, Memperkuat Peran Masyarakat Adat di Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (6/8), dalam rangka menyambut Hari Masyarakat Adat Internasional yang diperingati setiap 9 Agustus.

    Diskusi yang dimoderatori Dr. Usman Kansong (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Muhammad Arman (Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan Hak Asasi Manusia Aliansi Masyarakat Adat Nusantara/AMAN), dan Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A (Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada) sebagai narasumber.

    Selain itu hadir pula Nur Amalia (Pendiri dan Dewan Pembina LBH APIK) sebagai penanggap.

    Menurut Lestari, Hari Masyarakat Adat Internasional yang dideklarasikan PBB pada 1994, bertujuan melindungi hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia.

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, di Indonesia, peringatan ini seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat komitmen terhadap keberagaman, eksistensi, dan keadilan bagi masyarakat adat, yang telah berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pelestarian budaya.  

    Namun, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, di usia ke-80 kemerdekaan RI, RUU MHA yang diharapkan menjadi payung hukum perlindungan masyarakat adat justru belum juga disahkan.

    Tanpa pengakuan hukum, tegas Rerie, masyarakat adat rentan terhadap perampasan hak dan marginalisasi, padahal merekalah yang menjaga kearifan lokal Indonesia.

    Menurut Rerie, meneguhkan hak, merawat kearifan lokal dan memperkuat peran masyarakat adat di Indonesia mesti dimulai dari pengakuan akan keberadaan seluruh masyarakat adat di Indonesia sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Karena itu, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar RUU MHA segera disahkan, mengingat masyarakat adat adalah bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa.

    Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan Hak Asasi Manusia AMAN, Muhammad Arman mengungkapkan, bila dilihat dari sisi kebudayaan terkait bahasa, saat ini ada 11 bahasa daerah yang punah, akibat masyarakat adat semakin terpinggirkan.

    Catatan UNESCO, ujar Arman, di Papua saat ini setiap dua minggu ada satu bahasa ibu yang hilang.

    Selain itu, tambah Arman, saat ini masyarakat adat beberapa daerah harus berhadapan dengan eskalasi pembangunan lahan yang sangat luas untuk sumber pangan nasional.

    Menurut Arman, dalam konteks pembangunan di Indonesia, masyarakat adat belum dipandang sebagai bagian dari fondasi keberagaman pada bangsa ini.

    Padahal, tegas dia, bangunan Indonesia pada awalnya didasari atas keberagaman yang di dalamnya termasuk masyarakat adat.

    Menurut Arman, rentannya kondisi masyarakat adat saat ini terjadi karena dasar hukum yang dibangun terkait masyarakat adat sangat diskriminatif.

    Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 
    Yance Arizona berpendapat, terkait masyarakat adat sejatinya memiliki landasan filosofis. Karena, tambah dia, pemerintahan Indonesia dibentuk ditujukan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk masyarakat adat.

    Secara yuridis, ungkap Yance, konstitusi UUD 1945 juga mengakui masyarakat adat pada sejumlah pasalnya.

    Saat ini, tambah dia, tumpang tindih sejumlah pengaturan terkait masyarakat adat itu mendorong sejumlah pihak untuk menghadirkan pengaturan yang lebih menyeluruh dalam satu undang-undang.

    Yance menilai, pembahasan RUU MHA yang merupakan usulan DPR itu saat ini cenderung ke arah politis dengan mempermasalahkan sejumlah terminologi, ketimbang mengedepankan aspek perlindungan masyarakat adat.

    Menurut Yance, sejumlah upaya alternatif untuk menghadirkan undang-undang yang memberi perlindungan menyeluruh bagi masyarakat adat bisa dicoba, dengan mengedepankan imajinasi dan kreativitas dari para pemangku kepentingan.

    Pendiri dan Dewan Pembina LBH APIK, Nur Amalia berpendapat, kondisi yang dialami masyarakat adat saat ini menegaskan bahwa negeri ini memerlukan kehadiran UU MHA.

    Selain itu, ujar Nur Amalia, penanganan masyarakat adat membutuhkan kelembagaan khusus sebagai bentuk afirmatif action.

    Kehadiran lembaga khusus ini, jelas Nur Amalia, merupakan aspek krusial yang harus ada untuk mengatasi beda perlakuan yang terjadi antara masyarakat adat dan masyarakat umum dalam mengakses hak-hak mereka.

    Nur Amalia juga mengusulkan perlu ada bab khusus dalam pengaturan kelembagaan itu terkait perlindungan serta pemenuhan hak perempuan dan anak adat yang dalam keseharian menghadapi multiple diskriminasi.

    Indonesia MPR RI
    Share. Facebook Twitter Copy Link

    Berita Terkait

    Komisi VII Dorong Skema Royalti Lagu Diatur Ulang

    7 Agustus 2025

    Roblox Disorot, Syamsu Rizal: Komdigi Harus Tindak Tegas Gim Mengandung Kekerasan

    7 Agustus 2025
    Add A Comment

    Comments are closed.

    BERITA TERKINI

    Komisi VII Dorong Skema Royalti Lagu Diatur Ulang

    7 Agustus 20250

    Roblox Disorot, Syamsu Rizal: Komdigi Harus Tindak Tegas Gim Mengandung Kekerasan

    7 Agustus 20250

    Apresiasi Tiga Kado Presiden di HUT RI, Komisi X: Komitmen Nyata bagi Kesejahteraan Guru

    7 Agustus 20250

    Agun Gunandjar: Putusan MK Bukan Hukum Tertinggi, Konstitusi Harus Jadi Rujukan Revisi UU Pemilu

    7 Agustus 20250

    Legislator: Berbeda dengan Bintang Kejora, Bendera One Piece Tidak Punya Dimensi Ideologis

    6 Agustus 20250
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Redaksi
    • Privacy Policy
    • Disclaimer
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    © 2025 Medpolindo. Designed by Aco.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

    Sign In or Register

    Welcome Back!

    Login to your account below.

    Lost password?