Anggota Komisi IX DPR RI Achmad Ru’yat menyoroti tidak adanya alokasi anggaran di Deputi Bidang Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Padahal, menurutnya, BPOM memegang peranan sentral dalam pengawasan obat dan makanan yang beredar di masyarakat, termasuk mengawasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
Achmad Ru’yat mengaku prihatin melihat kondisi tersebut. “Saya terus terang merasa kasihan dengan Kepala BPOM RI dan jajarannya. Filosofi BPOM itu kan di fungsi pengawasan. Bagaimana mungkin bisa mengawasi di sepanjang 2026 kalau anggaran di Deputi Bidang Penindakan tidak ada, bahkan nol. Ini sudah tidak rasional,” tegas Achmad dalam Rapat Kerja Komisi IX bersama BPOM, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Ia menuturkan, selama ini Deputi Penindakan BPOM bekerja dengan cepat dan responsif, termasuk dalam berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Namun tanpa anggaran, menurutnya, tugas-tugas pengawasan dan penindakan tidak akan berjalan optimal. “Kalau anggaran tidak ada, bagaimana bisa melakukan penindakan di lapangan? Tentu harus ada dukungan anggaran,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.
Lebih lanjut, Achmad juga mengkritisi pengalokasian anggaran untuk Program MBG yang masuk ke pos fungsi pendidikan dan kesehatan, tetapi tidak menyisakan ruang khusus untuk pengawasan BPOM. Menurutnya, hal itu justru berpotensi melemahkan fungsi pengawasan terhadap kualitas makanan yang disediakan.
“Anggaran MBG seharusnya dipisahkan. Biaya programnya bisa ditempatkan di kementerian terkait, tapi fungsi pengawasannya tetap harus dialokasikan ke BPOM, khususnya Deputi Penindakan. Jangan sampai anggaran pengawasan justru hilang, sementara program jalan terus,” tegasnya.
Achmad menilai persoalan ini perlu mendapat perhatian serius, sebab jika tidak segera ditangani, kualitas implementasi Program MBG bisa dipertanyakan. Ia juga mengingatkan adanya suara publik, termasuk pengamat pendidikan, yang mengkritisi pengalokasian anggaran MBG ke dalam fungsi pendidikan sehingga menimbulkan kesan tumpang tindih.
“Di media sosial sudah mulai muncul kritik, seolah-olah ini akal-akalan anggaran pendidikan. Anggaran MBG dimasukkan ke fungsi pendidikan, padahal seharusnya pengawasan makanan ada di BPOM. Jangan sampai fungsi pengawasan hilang hanya karena kesalahan desain anggaran,” ungkapnya.
Untuk itu, Achmad mendesak agar Komisi IX DPR RI ikut memperjuangkan agar anggaran pengawasan BPOM tidak dihapus. Ia bahkan mengusulkan adanya langkah proaktif DPR RI dengan menemui Kemenko Kesra, Bappenas, dan Kementerian Keuangan guna memastikan penganggaran Deputi Bidang Penindakan BPOM kembali diakomodasi dalam RAPBN 2026.
“BPOM adalah badan yang dipercaya masyarakat untuk menjaga keamanan obat dan makanan. Kalau anggaran penindakan nol, ini jelas merugikan rakyat. Saya berharap Komisi IX bisa menyuarakan hal ini, agar pengawasan Program MBG dan juga obat serta makanan lain tetap berjalan,” pungkasnya.