Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menegaskan bahwa berbagai persoalan pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri, khususnya yang belakangan mencuat di Jepang, pada dasarnya bermula dari persoalan di dalam negeri.
“Sebanyak 70 persen masalah PMI sebenarnya dimulai dari hulu, dari tanah air kita sendiri. Minim pemahaman budaya, kurang pembekalan, hingga belum meratanya sertifikasi kompetensi menjadi faktor utama,” ujar Netty kepada medpolindo.com, Kamis (17/7/2025).
Pernyataan ini disampaikan menyusul merebaknya pemberitaan di berbagai media daring dan platform sosial mengenai sejumlah pekerja migran Indonesia di Jepang yang dilaporkan melanggar aturan dan etika kerja, bahkan hingga meresahkan masyarakat setempat. Beberapa dari mereka dilaporkan melakukan pelanggaran ringan hingga berat, yang memicu kekhawatiran pemerintah Jepang dan wacana pembatasan atau blacklist terhadap TKI asal Indonesia.
Menurut Politisi Partai PKS tersebut, peristiwa ini menunjukkan urgensi pembenahan sistem pelatihan dan penempatan PMI secara menyeluruh. Ia menekankan perlunya pelibatan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk memastikan seluruh calon pekerja memiliki kompetensi kerja yang diakui secara internasional, serta memahami norma budaya dan hukum negara tujuan.
“Pelatihan pra-penempatan tidak bisa sekadar formalitas. Harus menyentuh aspek teknis, budaya, dan hukum. Semua calon PMI wajib dibekali dengan informasi menyeluruh tentang hak, kewajiban, serta etika kerja,” tegasnya.
Selain itu, Netty juga menyoroti pentingnya penguatan peran atase ketenagakerjaan di negara-negara tujuan. Ia menyebut bahwa jumlah atase saat ini masih sangat minim dan belum mampu menjangkau semua kebutuhan pembinaan maupun perlindungan hukum bagi pekerja migran.
“Bayangkan, PMI bekerja di negara yang bahasanya asing, budayanya berbeda, aturannya ketat, tapi minim dukungan negara. Kita harus dorong Kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI untuk memperjuangkan penambahan atase ketenagakerjaan yang diberi wewenang penuh dan dukungan anggaran,” katanya.
Di tengah upaya pemerintah mendorong ekspor tenaga kerja profesional, Netty mengingatkan bahwa menjaga nama baik pekerja Indonesia di luar negeri adalah bagian dari diplomasi bangsa. Ia berharap kasus di Jepang bisa menjadi peringatan agar sistem migrasi kerja Indonesia dibenahi secara serius, terkoordinasi, dan berbasis kualitas.