Close Menu
MedpolindoMedpolindo
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    MedpolindoMedpolindo
    Login
    • Nasional
    • MPR
    • DPR
    • DPD
    • Daerah
    • Peristiwa
    • Polhukam
    • Dunia
    MedpolindoMedpolindo
    • DPR
    • MPR
    • DPD
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    Beranda » KUHAP Lama Berusia 44 Tahun, DPR Targetkan Revisi untuk Peradilan yang Adil
    DPR

    KUHAP Lama Berusia 44 Tahun, DPR Targetkan Revisi untuk Peradilan yang Adil

    redaksiBy redaksi9 Juli 202503 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest Copy Link LinkedIn Tumblr Email Telegram WhatsApp
    Bagikan
    Facebook Twitter LinkedIn Copy Link

    Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi tonggak penting penegakan hak asasi manusia, keadilan, dan kepastian hukum di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto saat menjadi pembicara dalam Forum Legislasi yang mengangkat tema “Komitmen DPR Menguatkan Hukum Pidana melalui Pembahasan RUU KUHAP”.

    Ia menjelaskan, KUHAP yang berlaku saat ini telah diterbitkan sejak tahun 1981, yang pada masanya membawa nafas baru dengan memuat prinsip hak asasi manusia, keadilan, dan kepastian hukum. Namun, setelah 44 tahun berjalan, dalam praktiknya, KUHAP lama dinilai memiliki banyak kekurangan dan celah yang tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi, serta dinamika sosial dan ekonomi masyarakat.

    “Kemajuan teknologi, kehidupan sosial masyarakat, ekonomi, dan sebagainya memunculkan celah-celah yang intinya hak-hak masyarakat dalam beradaptasi dengan hukum menjadi kurang dikedepankan,” jelasnya, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2025).

    Untuk itu, revisi KUHAP dinilai penting, agar hak-hak warga negara Indonesia yang berhadapan dengan hukum bisa tetap dijamin dan ditegakkan. Untuk mempercepat pembahasannya, Politisi Fraksi Partai Golkar ini mengatakan Komisi III telah membentuk Panitia Kerja (Panja) dan akan membahas KUHAP bersama pemerintah.

    “Dalam waktu seminggu ini, Insya Allah Panja sudah terbentuk dan sudah mulai bisa bekerja. Sebelumnya, masukan-masukan juga sudah kami terima dari berbagai kalangan pemerhati hukum, dan itu akan menjadi bahan dalam pembahasan KUHAP ke depan,” jelasnya.

    Senada dengan Rikwanto, Pakar Hukum dari Universitas Tarumanegara (UNTAR) Firmansyah yang juga menjadi pembicara dalam forum tersebut menyebut, KUHAP memiliki urgensi untuk direvisi agar sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. Tantangan utamanya menurut Firmansyah adalah materi hukum pidana yang sudah diperbarui belum memiliki hukum formilnya, sementara itu, dinamika masyarakat pun terus berubah.

    “KUHAP yang sekarang berlaku adalah Undang-Undang No.8 Tahun 1981, artinya tahun 2025 nanti usianya sudah hampir 44 tahun. Sudah banyak perubahan sosial yang terjadi, dan perlu diakomodir dalam hukum acara pidana kita,” kata Firmansyah.

    Ia merinci terdapat sebelas daftar inventaris masalah (DIM) dalam Rancangan KUHAP soal hak asasi manusia. Hal yang paling banyak disorot merupakan kelompok yang termarjinalkan. Tapi di sisi lain ada isu-isu penting seperti koneksitas, upaya paksa, upaya hukum, penyelidikan, penyidikan, bantuan hukum, serta hak-hak tersangka, terdakwa, maupun korban. Semua itu perlu untuk diatur lebih tegas dan seimbang dalam KUHAP yang baru.

    Sementara itu, desain KUHAP lama dinilai lebih banyak mengakomodasi hak pelaku, sedangkan hak korban sangat minim, mungkin hanya disebut dalam satu pasal, seperti soal ganti kerugian. Sehingga, tidak ada pengaturan yang lebih menyeluruh soal hak korban.

    “Harapan kami, DPR bisa mengawal isu ini, dalam desain KUHAP yang baru agar kedepan tidak hanya bicara soal speedy trial (penanganan perkara yang cepat), tetapi juga fair trial (peradilan yang adil). Karena bagi saya, yang mahal dalam proses penegakan hukum adalah aspek keadilannya,” harapnya.

    Walaupun ada banyak tantangan, revisi KUHAP ini harus mengakomodasi banyak kepentingan hukum dari berbagai pihak dan meaningful participation harus dikedepankan. Hal tersebut, agar suatu saat nanti tidak muncul kesan terlalu banyak penambangan kepentingan.

    “Yang paling penting, KUHAP ini harus menjamin due process of law secara utuh. Karena jika kita ingin menegakkan hukum pidana, maka aturan hukumnya harus tegas dan jelas. Konsepsi hukum pidana itu lex stricta, tidak boleh ditafsirkan sembarangan. Harus pasti dan terukur,” ujarnya.

    DPR RI Indonesia
    Share. Facebook Twitter Copy Link

    Berita Terkait

    Tiga Catatan Darmadi untuk Kemenkop: Roadmap Kabur, Tugas Tak Jelas, Eksekusi Telat

    10 Juli 2025

    Mardani Dorong Pemprov Jakarta dan Pusat Kolaborasi Tangani Banjir Jakarta

    10 Juli 2025
    Add A Comment

    Comments are closed.

    BERITA TERKINI

    Tiga Catatan Darmadi untuk Kemenkop: Roadmap Kabur, Tugas Tak Jelas, Eksekusi Telat

    10 Juli 20250

    Mardani Dorong Pemprov Jakarta dan Pusat Kolaborasi Tangani Banjir Jakarta

    10 Juli 20250

    Forum Bakohumas Tekankan Partisipasi Publik Bermakna dalam Proses Legislasi

    10 Juli 20250

    Warga 3T Tak Rasakan Nilai Pancasila, Negara Harus Hadir Lewat Layanan Dasar

    9 Juli 20250

    Ribuan Penerima Bansos Terindikasi Judol, Puan: Masyarakat Rentan Jangan Jadi Korban

    9 Juli 20250
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Redaksi
    • Privacy Policy
    • Disclaimer
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    © 2025 Medpolindo. Designed by Aco.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

    Sign In or Register

    Welcome Back!

    Login to your account below.

    Lost password?