Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Netty Prasetiyani, menegaskan bahwa pencabutan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke kawasan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, tidak boleh dilakukan tergesa-gesa. Kebijakan ini menjadi sorotan yang ia sampaikan usai kunjungan kerja BAM DPR RI ke Provinsi Jawa Timur, provinsi dengan jumlah PMI tertinggi di Indonesia.
“Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah pekerja migran tertinggi, bahkan melampaui Jawa Tengah dan Jawa Barat. Maka, kunjungan ini kami lakukan untuk menyerap aspirasi dan memperkuat dasar pengambilan kebijakan terkait pencabutan moratorium,” ujar Netty kepada medpolindo.com usai memimpin agenda Kunjungan Kerja Spesifik BAM DPR RI ke Kantor Gubernur Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Kamis (22/5/2025).
Menurut Netty, moratorium memang berdampak pada devisa nasional, mengingat sektor PMI menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas. Namun, ia mengingatkan bahwa aspek perlindungan PMI tidak bisa dikorbankan demi kepentingan ekonomi semata.
“Pencabutan moratorium harus dibarengi dengan evaluasi menyeluruh, mulai dari hulu ke hilir. Mulai dari pencatatan di Disdukcapil, pelatihan prakeberangkatan, perlindungan di negara tujuan, hingga pembinaan saat kembali ke tanah air,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.
Sebelumnya, BAM DPR RI telah berdiskusi dengan melibatkan Komnas HAM, akademisi hukum tata negara dari UI, serta kementerian terkait, terungkap sejumlah tantangan perlindungan PMI. Salah satunya adalah lemahnya pendampingan PMI selama bekerja di luar negeri, serta kurangnya program reintegrasi sosial dan ekonomi setelah kepulangan.
Dirinya juga menyoroti biaya tinggi yang dibebankan kepada calon PMI. “Biaya keberangkatan yang besar, mulai dari paspor, tiket, hingga pelatihan, kerap membuat keluarga PMI terjerat utang. Ini harus dievaluasi. Unit cost perlu ditinjau ulang agar tidak memberatkan,” kata Anggota Komisi IX ini.
Menanggapi revisi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, ia berharap peraturan turunannya dapat menutup celah hukum dan memperkuat pengawasan. Dirinya juga mendorong dibentuknya daftar hitam (blacklist) dan daftar putih (whitelist) bagi perusahaan penempatan PMI (P3MI) agar tindakan pelanggaran tidak terulang.
Ke depan, ungkapnya, BAM DPR RI akan menyusun telaahan serta rekomendasi untuk disampaikan ke pimpinan DPR RI dan alat kelengkapan dewan (AKD) terkait, termasuk Komisi IX, Komisi I, dan Komisi III.
“Isu pekerja migran bukan hanya soal ketenagakerjaan, tapi juga menyentuh aspek perdagangan orang dan penegakan hukum. Semua pihak harus terlibat agar perlindungan PMI menjadi nyata, bukan sekadar slogan,” tandas Politisi Fraksi PKS itu.
Sebagai informasi, selama tahun 2024, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menangani 428 kasus PMI bermasalah, termasuk korban perdagangan orang dan deportasi. Sebanyak 170 jenazah PMI pun juga telah difasilitasi pemulangannya secara gratis dan humanis.
Tak berhenti di sana, pemerintah setempat telah mengembangkan program pemberdayaan purna PMI agar mereka mampu membangun usaha produktif setelah kembali ke tanah air. Fasilitasi permodalan dan pelatihan kewirausahaan diberikan guna memperkuat reintegrasi sosial-ekonomi mereka.
Semua upaya ini dilakukan sebagai semangat untuk memberikan perlindungan terhadap PMI. Sebab, mereka telah menjaga martabat bangsa. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berharap sinergi dengan DPR RI dan seluruh pemangku kepentingan akan semakin memperkuat ekosistem perlindungan pekerja migran Indonesia.