Close Menu
MedpolindoMedpolindo
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    MedpolindoMedpolindo
    Login
    • Nasional
    • MPR
    • DPR
    • DPD
    • Daerah
    • Peristiwa
    • Polhukam
    • Dunia
    MedpolindoMedpolindo
    • DPR
    • MPR
    • DPD
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    Beranda » BPS Gunakan Standar Lama Ukur Kemiskinan, Tidak Sesuai dengan Fakta di Lapangan
    DPR

    BPS Gunakan Standar Lama Ukur Kemiskinan, Tidak Sesuai dengan Fakta di Lapangan

    redaksiBy redaksi12 November 202432 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest Copy Link LinkedIn Tumblr Email Telegram WhatsApp
    Anggota Komisi X DPR RI Agung Widyantoro/Ist
    Bagikan
    Facebook Twitter LinkedIn Copy Link

    Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai menggunakan standar lama internasional dalam menentukan kelompok rakyat miskin ekstrem. Padahal, standar garis kemiskinan terbaru versi World Bank mengacu angka pendapatan baru sebesar US$3,2 per kapita per hari. Ukuran ini telah diadopsi sejak 2022 melalui angka Purchasing Power Parity (PPP) 2017 dari sebelumnya PPP 2011.

    Anggota Komisi X DPR RI Agung Widyantoro menyoroti standar pengukuran kelompok masyarakat miskin yang dilakukan BPS tersebut. Menurutnya, angka kemiskinan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.

    “Contohnya rumah masyarakat yang layak huni tetapi sudah ditempelkan stiker tidak mampu, kemudian sebaliknya. Hal ini yang memicu terjadinya kesalahan dalam menyalurkan bantuan,” ungkapnya dalam Rapat Kerja Komisi X dengan Kepala BRIN dan Kepala BPS di Ruang Rapat Komisi X, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2024).

    BPS hingga kini belum ada rencana melakukan pengubahan metodologi pengukuran standar kelas miskin ekstrem sesuai standar baru Bank Dunia itu.

    Dengan standar lama, jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia per Maret 2024, hanya 0,83 persen dari total penduduk. Atau turun ketimbang angka kemiskinan ekstrem pada Maret 2023 sebanyak 1,12 persen dari total penduduk.

    Menurut Agung standar pengukuran BPS hasilnya bisa menyesatkan. Ia menduga jangan-jangan kelas menengah atau atas, sejatinya masuk kelas bawah karena dihitung dengan standar rendah. 

    “Lebih baik turun langsung ke lapangan untuk menentukan layak atau tidaknya masyarakat dikategorikan miskin, karena data di meja dengan lapangan berbeda,” tutur Politisi Fraksi Golkar ini. 

    Agung Widyantoro Badan Pusat Statistik (BPS) DPR RI Indonesia Purchasing Power Parity (PPP)
    Share. Facebook Twitter Copy Link

    Berita Terkait

    Tidak Hanya Prabowo, Presiden RI Sebelumnya Juga Gunakan Hak Prerogatif untuk Amnesti dan Abolisi

    3 Agustus 2025

    Kunjungi IMCINE Meksiko, IBAS: Kolaborasi Festival dan Digital untuk Bangun Masa Depan Film Nasional

    1 Agustus 2025
    Add A Comment

    Comments are closed.

    BERITA TERKINI

    Tidak Hanya Prabowo, Presiden RI Sebelumnya Juga Gunakan Hak Prerogatif untuk Amnesti dan Abolisi

    3 Agustus 20250

    Kunjungi IMCINE Meksiko, IBAS: Kolaborasi Festival dan Digital untuk Bangun Masa Depan Film Nasional

    1 Agustus 20250

    Arzeti Bilbina Desak Pemerintah Bertindak Cepat Hadapi Badai PHK

    1 Agustus 20250

    Dasco: Pemblokiran Rekening untuk Selamatkan Uang Nasabah

    1 Agustus 20250

    PPATK Bekukan Rekening Dormant, Habib Aboe: Berantas Judi Online dan Kejahatan Keuangan!

    1 Agustus 20250
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Redaksi
    • Privacy Policy
    • Disclaimer
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    © 2025 Medpolindo. Designed by Aco.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

    Sign In or Register

    Welcome Back!

    Login to your account below.

    Lost password?